Surabaya – Penerapan aturan Logistik Halal menuai protes dari pelaku usaha bidang logistik dan jasa kepelabuhanan. Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai sulit untuk diterapkan.
Apalagi sosialisasi juga masih belum maksimal dilakukan.
Juru Bicara Forum Asosiasi Kepelabuhanan Tanjung Perak, Ayu Rahayu mengungkapkan, sejauh ini banyak pengusaha yang tidak mengetahui adanya kewajiban sertifikasi halal untuk jasa logistik. Yang mereka ketahui sertifikasi halal hanya untuk produk saja.
Sehingga penerapan logistik halal pada Oktober 2024 mendatang sangat mengagetkan mereka.
“Dalam bidang distribusi ini sertifikasi halalnya ternyata harus tertelusur mulai dari bahan, proses produksi, penyimpanan hingga rantai distribusi sampai ke konsumen. Dan dari teman-teman yang bergerak di bidang logistik ini mengalami kendala,” ungkap Ayu di Surabaya, Senin (19/8/2024).
Untuk itu, Forum Asosiasi Kepelabuhanan yang terdiri dari GPEI, GINSI, INSA, ALFI dan Organda pada Rabu (15/8/2024) datang ke Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim untuk berdiskusi dan “mengadu” tentang kesulitan yang mereka alami.
Menurutnya, kebijakan ini lebih mudah diterapkan di perusahaan warehousing karena bisa membagi tempat yang dimiliki untuk produk halal dan untuk produk non halal. Tetapi yang sulit ini ketika harus dilakukan di kontainer. Karena terkait dengan penggunaan dan pengaturan kontainer, penataan kontainer di atas kapal dan lain sebagainya.
“Karena menurut azasnya tadi, semua harus tertelusur dengan detail dan ini cukup kompleks serta tidak mudah. Apalagi Oktober sudah berlaku, kami pasti panik,” ujar Ayu yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Perdagangan Luar Negeri Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur ini.
Apalagi dengan adanya aturan ini, pastinya pemilik barang akan menuntut vendor-vendor yang terkait dengan pergudangan dan logistik hingga gudang di tempat tujuan, untuk bisa memenuhi aturan tersebut.
“Untuk itu, melalui Ketum Kadin Jatim kami berharap aturan ini mohon untuk ditunda. Walaupun secara secara lisan presiden telah menyatakan bahwa pemberlakuan logistik halal diundur dan baru akan diberlakukan di 2026, tetapi itu hanya diucapkan secara lisan saja. Belum ada aturan tertulis, juknis belum ada. Kami di sini belum siap,” tuturnya.
Terlebih ini nanti akan ada kaitannya dengan penegakan hukum. “Aparat Penegak Hukum akan selalu memeriksa kami. Ini yang menjadi momok bagi pengusaha. Bukan kami ingin menolak aturan tetapi kami menilai bahwa aturan yang diberlakukan ini pelaksanaannya tidak mudah,” ungkapnya panjang lebar.
Ia berharap, dalam situasi dunia usaha yang sulit seperti ini, pengusaha tidak lagi dibebani dengan aturan yang memberatkan. “Saya tidak bisa membayangkan jika nanti jasa tracking dan shipping company belum siap dengan aturan ini dan mereka akhirnya memilih untuk tidak menerima pengiriman produk Mamin, maka pemilik cargo akan bisa apa,” katanya..
Apalagi sosialisasi di bidang jasa belum secara intens dilakukan. Ini menyebabkan pengusaha logistik tidak mengetahui standard dan implementasinya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto menegaskan bahwa pihaknya akan segera berkirim surat ke Presiden sebab pengusaha memerlukan aturan yang pasti yang bisa dijadikan rujukan.
Aturan tertulis menjadi penting Sebagai pegangan untuk menghadapi APH (Aparat Penegak Hukum).
“Distribusi barang akan kacau karena pengusaha logistik tidak berani jalan. Disamping itu, sosialisasi kurang. Kita siapkan pelatihannya karena ketika berbicara tentang halal, maka setiap perusahaan harus memiliki penyelia,” pungkas Adik. info/red
Berita Lainnya
Masuk Libur Panjang, Jumlah Penumpang Bandara Soetta Alami Kenaikan
Bogasari Selama 27 Tahun Gelar Konvensi Kelompok Kerja Mutu
Komitmen Telkom Jalankan Bisnis yang Berintegritas Demi Terwujudnya Asta Cita