Surabaya – Keberadaan relief di kompleks Maha Vihara Mojopahit selain di bawah patung Buddha Tidur juga terdapat di bagian barat gedung Dharma Sala. Relief itu biasanya menjadi sentral peribadatan yang digunakan oleh para pemeluk agama Buddha.
“Relief Dharma Sala yang berada di sisi barat gedung tersebut mengisahkan sejarah sang Buddha sejak lahir hingga wafat,” terang Upasaka Pandhita Maha Vihara Majapahit, Dharmapalo Saryono, Minggu (4/6/2023).
Saryono menceritakan, awal mula relief bercerita tentang kerajaan di Kapilavastu yang dipimpin oleh Raja Suddodhana yang memiliki istri Dewi Maha Maya. Pada suatu malam, Dewi Maha Maya bermimpi melihat seekor gajah yang memegang setangkai bunga teratai pada belalainya. Lantas, seekor gajah tersebut masuk ke dalam perut Dewi Maha Maya.
“Setelah mengalami mimpi para pertapa di panggil raja untuk menafsirkan mimi dari istrinya,” katannya.
Karena undangan dari raja, para pertapa yang hadir tersebut langsung mengartikan bahwa Dewi Maha Maya akan melahirkan seorang anak. Kelak nantinya anak tersebut bisa menjadi pemimpin kerajaan sekaligus jadi pemimpin umat manusia.
“Pemimpin umat manusia yang dimaksud oleh pertapa adalah ketika anak dari Dewi Maha Maya nanti menjumpai empat hal di luar istana. Empat hal tersebut adalah orang meninggal, orang sakit, seorang pertapa, dan orang yang sudah tua,” bebernya.
Masih kata Saryono, Karena kalau menjadi pemimpin umat manusia, anak sang raja akan meninggalkan kerajaan maka dengan itu sang raja yang ingin anaknya tetap menjadi pemimpin kerajaan, sebisa mungkin sang raja menjauhkan anaknya dari empat hal tersebut.
“Anak yang lahir dari Dewi Maha Maya tersebut kemudian di beri nama Sidharta Gautama yang sejak kecil hingga remaja dirinya ditempatkan di tempat yang istimewa,” ujarnya.
Ditempatkan di tempat istimewa tidak lain bermaksud agar Sidharta Gautama tidak menjumpai empat perkara yang diramalkan oleh para pertapa sebelumnya.
Meski dijauhkan dari empat perkara, sang Buddha tetap dapat menjumpainya secara tidak sengaja. Lalu pada umur 29 tahun dia memutuskan berkelana dan berjumpa dengan para pertapa sekaligus meninggalkan kerajaan.
Saat sedang simedi ia mendapat pencerahan di bawah pohon bodi. Sidharta mendapat pencerahan tersebut pada umur 35 tahun tepatnya pada bulan Waisak 588 Sebelum Masehi (SM) di daerah yang sekarang disebut Bodhgaya, India.
“Pada usia 80 tahun bulan Waisak 543 SM beliau wafat setelah selama 45 tahun menyebarkan ajaran Buddha. Jadi, keberadaan relief di belakang gedung tersebut menceritakan mulai lahir hingga wafatnya (sang Buddha),” tukasnya. Info/red
Berita Lainnya
Wali Kota Eri Imbau Warga Surabaya Tetap Waspada dan Tingkatkan Toleransi Beragama
Stasiun Surabaya Pasarturi Ubah Pola Operasinya KA Keberangkatan
Mgr. Agustinus Tri Budi Utomo Resmi Ditahbiskan Menjadi Uskup Surabaya