
Surabaya – Meskipun dibutuhkan segera oleh seseorang yang membutuhkan strategi untuk membentuk citra dirinya di depan publik, namun ada proses dalam membentuk personal branding tersebut. Setiap orang harus segera menemukannya agar mendukung tujuan yang diinginkan.
Kupas tuntas untuk meraih personal branding yang oke itu dibagikan secara menarik oleh narasumber mumpuni.
Dalam seri Learn from Experience yang digagas oleh Perkumpulan Hotel dan Media Indonesia (PHMI), dua general manager hotel di Surabaya yang mengantar topik Personal Branding.
Pertama Ricky Coen Arifin, general manager Ibis Styles Jermursari. Kedua Firman S Permana, general manager Surabaya Suites Hotel. Keduanya yang sukses membentuk personal branding-nya dengan kuat membedah topik dari pengalaman mereka secara personal.
Dipandu Marketing Communication Harris-POP! Hotels & Conventions Gubeng Surabaya Setiawan Nanang dengan cara sersan alias serius tapi santai, sharing keduanya disimak oleh anggota PHMI dengan seksama.
Iwan –panggilan akrab moderator- yang pandai mengulik materi itu memulai keduanya untuk menceritakan latar belakang mereka hingga meraih tempatnya yang sekarang. Dari talkshow yang digelar di lantai 11 Ibis Styles Jemursari, disadari bahwa persoalan personal branding itu harus dibangun dari hal-hal kecil.
Seperti Ricky yang mencapai kariernya sekarang dengan banyak lompatan di beberapa tempat. Bahkan dia mengibaratkan apa yang ia raih harus dimulainya dari bawah saat menjalani training di bagian dapur dan bar di Swiss. ”Mulai dari mencuci piring pun saya jalani,” katanya.
Tak berbeda dengan Ricky, Firman juga memulai dari bawah. Masuk ke dunia hospitality pada 1994 sebagai server di Hard Rock Cafe Bali, posisinya sekarang merupakan bagian dari banyak pekerjaan yang ia jalani. ”Sangat panjang ceritanya. Tapi sama dengan Pak Ricky, tak ada yang tiba-tiba,” katanya.
Semua perjalanan itu menurut keduanya adalah yang mengantar mereka bisa dikenal dengan personal branding yang kuat. Maka bagi yang ingin memperolehnya untuk kepentingan karier, hal itu sesungguhnya harus ditata oleh setiap orang. ”Harus bertahap, tidak bisa langsung dapat,” kata Ricky.
Apalagi banyak aspek yang harus diasah seperti pengalaman dan pengetahuan yang mendukung dirinya sendiri menjadi punya nilai. ”Saya lebih percaya personal branding ditata dengan seiring waktu. Kapan Anda tahu apakah sudah punya itu atau belum,” tegas ayah tiga anak itu.
Karena itu percepatan mendapatkan personal branding yang diinginkan sangat tergantung bagaimana upaya seorang dalam menyiapkan dirinya untuk segera tampil dengan citra diri yang semacam apa agar ia dikenal orang lain.
Senada dengan Ricky, Firman mengulas pencapaian personal branding itu dengan cara mengupas filosofi yang dipegang seseorang dalam hidupnya. Buat Firman sendiri, hal itu ia jelaskan lewat gunungan dalam budaya Jawa yang ia pahami sebagai panduan dalam menentukan sikap dan pemikirannya selama ini.
Uraiannya itu menjawab pertanyaan Iwan yang membawa bahasan ke bagian seberapa pentingkah personal branding itu buat seseorang? Buat Firman, hal itu sangat tergantung pada posisi apa seseorang itu saat ini. Bila menganut dalam gunungan ada tiga fase yang dilalui setiap manusia sebelum ia berda di puncak yang tak lagi menghitung kebutuhan duniawi.
Bila di fase awal yang disimbolkan dalam harimau dan banteng, lalu kedua fase kera, dan yang terakhir di merak, ya saat fase merak itulah personal branding itu sangat dibutuhkan. Seperti merak, keindahan menjadi modalnya agar diri kita tampil menarik di depan orang lain.
”Saat itu Anda sudah dalam situasi yang memerlukan personal branding itu. Kalau masih di bagian yang hanya membutuhkan kecepatan kerja Anda saja ya belum perlu. Bila semua fase itu dilalui maka personal branding itu mengikuti posisi kita sedang di mana,” tegasnya.
Namun Firman tetap menyarankan bahwa setiap orang tak perlu menunda-nunda membentuk personal branding-nya. Sebab semua itulah yang mempermudah dirinya bisa dikenali oleh orang lain. Apalagi alam dunia bisnis, personal branding sangat dibutuhkan karena memiliki pengaruh yang besar terhadap pekerjaan yang kita lakukan.
”Enggak usah terlalu dipikirkan harus bagaimana. Buat saja diri kita berbeda dulu. Kalau enggak lakukan saja yang tidak dilakukan oleh orang lain. Sebab personal branding itu akan datang sendiri tanpa kita rencanakan. Tahu-tahu kita telah dikenali orang. Baik itu dalam pemikiran, hasil kerja, atau penampilan kita,” tegasnya.
Ricky yang secara tampilan dikenal personal branding-nya karena gayanya dalam berbusana mengakui hal yang disampaikan Firman. Ketika ia membuat dirinya menjadi unik dengan ukuran yang sesuai dan cocok dengan dirinya sendiri maka personal branding itu mengikuti begitu saja.
”Untuk bisa menata penampilan saya dengan berkaus turtle neck dan topi seperti ini malah awalnya bukan karena pekerjaan saya tapi karena hobi saya di dunia musik. Ini saya dapat ketika memilih genre jazz,” ujarnya.
Bagaimana untuk menjaga personal branding itu tetap kuat? Kiat dari Ricky dan Firman seolah seragam. Mereka ternyata tak mau ambil pusing dengan penilaian orang terhadap apa yang dilakukan. ”Saya enggak ngurus apa kata orang. Self confidence saja lagi,” tegasnya.
Firman juga begitu. ”Jangan pernah mati gaya. Cari sendiri apa yang Anda anggap itu diri Anda. Be yourself. Jangan berhenti mengangkat diri kalian dengan membuat sesuatu yang berbeda. Be different or die!,” tandasnya, mantab.
Sharing sessions yang didukung oleh ibisStyle Surabaya Jemursari, Surabaya Suites Hotel, Harris Hotel Gubeng, Jamu Iboe, dan Black Canyon ini merupakan agenda rutin PHMI. (*)
Berita Lainnya
Jasa Marga teken MoU dengan Jasa Raharja
Akibat Konflik Timur Tengah Harga BBM Non Subsidi SPBU BUMN Hingga Swasta Naik Per 7 Juli
Strategi Investasi Properti Iwan Sunito, Urban Chess dan 1.000 Mitra