8 September 2024

PUSTAKALEWI NEWS

Progresif dalam Pemikiran, Pluralis dalam Pemberitaan

Petuwen Kopi, Pertemuan Perdana

Desa Sumberdem, berada di kecamatan Wanasari, kabupaten Malang. Persis di bawah gunung Kawi. Di desa ini, ada pepanthan (klasis) Sumberdem, bagian dari GKJW Jemaat Bangelan. Gereja induk yang berada di desa Bangelan, bersebelahan.

Area gereja GKJW Jemaat Bangelan berada di dalam kawasan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII. Perkebunan yang awalnya dijadikan tempat pembibitan di zaman Belanda. Pada 1832, FP Ferwenda pejabat Kepala Afdeling Landbouw Kondigheids bagian Penyelidikan Tanaman dan Laboratorium Pusat Bogor, ditempatkan di kebun Bangelan untuk memimpin usaha percobaan, seleksi dan pembibitan.

Kemudian hasil percobaan tersebut diresmikan sebagai Perkebunan Bangelan pada tahun 1901 oleh Departemen Nijvorheiden Handels Afd Over Jariggewassen Bogor.

Demi mengakomodasi kebutuhan keagamaan, khususnya karyawan yang beragama Kristen Protestan, didirikanlah gereja GKJW Jemaat Bangelan, di dalam lahan milik perkebunan.

Sudah semenjak dahulu, warga sekitar, desa Bangelan dan Sumberdem, banyak yang menjadi petani penggarap di perkebunan ini. Pagi hingga siang, mereka bekerja di lahan milik perkebunan. Sepulang dari itu, mereka merawat tanaman kopinya sendiri. Dari sanalah ilmu budidaya tanaman kopi robusta merembes tersebar.

Alhasil, teman-teman dari Kelompok Tani Sridonoretno (SDR) Jengger, dan Republik Tani Mandiri (RTM) desa Kucur, tak dapat menyembunyikan kekaguman dalam budidaya tanaman kopi. Mulai dari pemilihan biji kopi untuk pembibitan, persiapan lahan untuk penanaman bibit, hingga perawatan tanaman hingga panen.

Sunardi, Ketua Kelompok Tani Kopi ‘Suka Maju’ Sumberdem, menyampaikan bahwa warga menanam berbagai jenis klon tanaman kopi. Namun umumnya jenis kopi varian robusta. “Memang sejak awal, di Sumberdem ini lebih cocok dengan kopi robusta,” ujar Sunardi, pada peserta Petuwen Kopi.

Saat kunjungan lahan, ada praktek miwil. Yaitu aktivitas memilih dan memotong dahan tanaman kopi, agar tanaman dapat tumbuh dengan sehat dan produktif. “Kalau tanaman sehat, dompol buah kopi bisa sampai 13-15 dompol atau gerombol dalam satu batang,” kata Sunardi.

Melihat tanaman kopi yang tengah memasuki musim petik pertama, nampak gerombolan biji kopi berderet-deret. Sebagian besar masih berwarna hijau. Sebagian lagi telah memerah. Biji yang menyita mata melihat, dan mengajak hati berdecak kagum.

“Bolehkah kami meminta entres, buat sambungan kopi di rumah?” seloroh Heriyanto, ketua Kelompok Tani Kopi SDR, Jengger, di tengah jagongan di bawah pohon kopi yang merindang itu.

Tak lama, enam lima batang entres, dahan pohon kopi yang dimaksud, sudah digenggam tangannya, seraya tersenyum.

Usai belajar di lahan, peserta Petuwen Kopi bergeser ke kawasan Kampung Kopi. Salah satu andalan destinasi wisata di Desa Sumberdem. Di Kampung Kopi inilah, peserta mendapatkan banyak informasi mengenai sejarah tanaman kopi yang berkembang di desa Sumberdem.

“Dahulu, kalau pagi hari, warga berbondong-bondong melintasi jalan ini menuju perkebunan. Mereka berangkat kerja. Kalau Mbah dulu cerita, orang bisa naik pohon kopi, bergelantungan tanpa menginjak tanah, turun bisa nyampai ujung jalan itu. Saking rimbun ketel-nya pohon kopi,” ujar Sukadianto, penanggung jawab Kampung Kopi Sumberdem.

“Jadi, kalau perihal kopi,” tambah Sukadianto, “Ya desa kami sering menjadi rujukan. Kalau kopi kawi, biasanya diarahkan ke Sumberdem,” terdengar nada bangga di sana.

Di tengah jagongan dan ngobrol, terdengar adzan dzuhur. Tak terasa, tengah hari telah tiba. Tak pelak, menggunjingkan kopi, ternyata tak cukup dengan satu-dua kali perjumpaan.

“Kami menyambut baik pertemuan ini. Ya, seingat saya, pertemuan seperti ini baru pertama kali diadakan. Saya sendiri sebagai petani kopi maupun sebagai anggota majelis Jemaat Bangelan, ya baru pertama ini menjumpai kegiatan seperti ini. Pertemuan petani kopi yang diadakan oleh gereja. Karena itu, ya maturnuwun sudah memberi kepercayaan kami pepanthan Sumberdem, Jemaat Bangelan, menjadi tuan rumah kegiatan ini,” tutur Suparno (74), sesepuh Majelis Jemaat Bangelan.

Kegiatan Petuwen Kopi yang diikuti oleh 25 peserta dari tiga kelompok tani kopi ini, diadakan di Jemaat GKJW Jemaat Sumberdem, 20-21 Mei 2023. Kelompok tani kopi tersebut, bertumbuh-kembang di tengah masyarakat, di masing-masing Jemaat GKJW. Tak heran, beberapa petani warga jemaat GKJW, menjadi bagian di dalamnya bersama warga Muslim sekitarnya.

“Lha ya itu..Selama ini memang belum ada wadahnya di gereja. Sekarang, malah gereja di tingkat Sinode sudah memberikan wadah untuk memperhatikan petani. Ini kalau petani kopinya sendiri tidak semakin giat, bersemangat, terus yakapa…Ya ayoo kita semakin bersemangat dalam mengolah kopi menjadi lebih baik,” terdengar suara berat Mbah Wagiran, sesepuh petani kopi yang juga anggota Majelis Jemaat GKJW Purwodadi, Jengger.

Di atas meja, di samping gedung gereja GKJW Jemaat Sumberdem, tempat pertemuan, tersaji di atas meja kopi robusta olahan metoda wet wash. Salah satu metoda pengoalahan kopi di tempat kerja Mas Nanang.

Ketika hasil seduhan dicicipi, citarasa pahit yang smooth, halus, segera menyapa lidah. Di ujungnya, after taste muncul rasa ‘asam’, kecut yang segar (_fruity).

Meruar aroma kopi robusta yang khas. Citarasa kopi itu, menawarkan nikmat di lidah. Setiap biji kopi, seolah olah berbisik memanggil untuk berjumpa dan berbagi, mengeratkan persekutuan yang manunggal (patunggilan kang nyawiji).

Rahayu

Penulis: Anom