KILASJATIM.COM, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat perekonomian global relatif stagnan, dengan ketidakpastian pasar keuangan yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Inggris, menunjukkan tren positif. Sebaliknya, kondisi perekonomian China terhambat oleh permintaan domestik yang lemah dan sektor properti yang masih terkendala.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menyampaikan, suku bunga tinggi yang dipertahankan The Fed (Bank Sentral AS) hingga Juni 2024 turut memengaruhi perekonomian global. Meski demikian, risiko geopolitik yang meliputi ketegangan di Timur Tengah dan Ukraina perlu diperhatikan. Perubahan iklim juga perlu diwaspadai karena berpotensi meningkatkan harga komoditas dan inflasi.
“Namun demikian, di tengah ketidakpastian global, perekonomian Indonesia tetap stabil meski sedikit melambat. Pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi menjadi penopang utama, meskipun konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah melambat. OJK juga mencatat bahwa pertumbuhan kredit perbankan umum tercatat 12,36 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 7,76 persen,” ujar Dian Ediana Rae dalam suaran resminya Senin (18/11/2024).
Ditambahkan, Peningkatan kredit didorong permintaan kuat dari segmen korporasi, seiring dengan penjualan yang meningkat dan kemampuan bayar yang stabil. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh 8,45 persen (yoy), mendukung likuiditas perbankan yang tetap terjaga dengan rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing 112,33 persen dan 25,37 persen, jauh di atas ambang batas yang ditetapkan.
“Rasio permodalan perbankan juga solid, tercermin dari CAR yang mencapai 26,09 persen. Meski mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini masih terjaga di level yang cukup aman. Risiko kredit juga membaik dengan rasio NPL gross yang sedikit meningkat menjadi 2,26 persen, dan NPL net naik 0,78 persen,” jelasnya.
Sementara itu, kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) juga positif. Meskipun pertumbuhan kredit dan DPK melambat dibandingkan tahun lalu. Rasio permodalan BPR dan BPRS masing-masing tercatat 31,75 persen dan 23,09 persen, masih dalam kategori yang sehat.
Namun, OJK mengingatkan perbankan untuk tetap waspada terhadap risiko pasar dan likuiditas, terutama dengan ketidakpastian yang masih tinggi di pasar global. OJK juga mengimbau perbankan memperkuat pengawasan dan monitoring terhadap kredit yang telah direstrukturisasi guna mencegah penurunan kualitas kredit di masa depan.
Dalam hal regulasi, OJK menerbitkan ketentuan baru mengenai BPR dan BPRS, yang merupakan penyempurnaan dari tiga POJK sebelumnya. OJK juga terus berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga terkait untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
OJK terus aktif berpartisipasi dalam forum internasional, seperti Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) dan Financial Sector Assessment Program (FSAP) Review Indonesia 2023/2024, yang melibatkan IMF dan World Bank untuk menganalisis sektor keuangan Indonesia secara mendalam.
“Kami akan terus memantau volatilitas ekonomi global dan dampaknya terhadap perbankan Indonesia,” pungkasnya. info/red
Berita Lainnya
OJK Dorong Penguatan BPR dan BPRS Jawa Timur
Kolaborasi Telin dan Citra Connect Perkuat Ekonomi Digital Indonesia
KPPU Dorong BUMN Ikuti Program Kepatuhan Persaingan Usaha