20 March 2025

PUSTAKALEWI NEWS

Progresif dalam Pemikiran, Pluralis dalam Pemberitaan

Ganjar Populerkan Beras Unggul ‘Srinuk’ Hasil Budidaya Pemkab Klaten dan Batan

10 / 100
c1 20221231 07425472 800x445 1

Semarang – Beras Srinuk adalah varietas rekayasa dari beras rojolele merupakan hasil budi daya Pemkab Klaten dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) yang namanya makin moncer karena memiliki sejumlah keunggulan.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendorong Pemerintah Kabupaten Klaten membuka kerja sama pembudidayaan Beras Srinuk agar lebih banyak produk hasil kembangan yang bisa muncul.

Selain itu, Ganjar juga mendorong Pemkab Klaten membuka kerja sama melakukan riset pemuliaan benih-benih bagus, untuk lebih disebarkan. Apalagi, saat ini uji coba pengembangan di lingkup Kabupaten Klaten sudah cukup berhasil.

“Saya terima kasih itu di Klaten ada kerja sama riset dari pemdanya. Bagus sekali Srinuk itu, nah sekarang tinggal kita dorong,” katanya, seusai mengikuti Rapat Paripurna dengan DPRD Jawa Tengah dengan agenda persetujuan tiga raperda, di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Berlian, Jumat (30/12/2022).

Ganjar menerangkan, pemuliaan dari benih-benih bagus dan menghasilkan produktivitas tinggi harus disebarluaskan. Mengenai Srinuk, Ganjar mengaku telah mencoba sampelnya.

Ia pun membantu memromosikan pada momen-momen lawatan kerja.
“Bahkan beberapa teman dari Jakarta ingin me-review. Saya minta masuk aja. Dinas Pertanian, pemerintah daerah, BRIN perguruan tinggi kampus, semuanya bisa join,” lanjut Ganjar yang minta agar pemegang hak paten memperhatikan HAKI, sehingga mendapat nilai tambah.

Petani beras Srinuk, Harjono asal Desa Kepanjen, Kecamatan Delanggu, Klaten, menjelaskan, beras Srinuk yang dikenalkan Ganjar adalah beras sejenis Rojolele yang sudah direkayasa oleh Pemkab Klaten dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Hasilnya, memiliki beberapa kelebihan, dibanding beras Rojolele yang sebelumnya.

Misalnya, dulu Rojolele itu memiliki umur sampai lima bulan, sekarang Srinuk hanya sekitar 110 hari atau sekitar tiga bulan lebih.

Tidak hanya itu, keduanya memiliki perbedaan lain. Seperti tanaman Rojolele yang lebih tinggi daripada Srinuk. Kondisi itu membuat Rojolele lebih berpotensi dimakan burung dan kena angin. Sedangkan Srinuk bisa lebih aman karena pendek sehingga aman dari burung dan tidak roboh.

Srinuk juga wangi dan tingkat pulennya hampir sama dengan Rojolele. Bulir padinya bulat, namun agak pendek dibanding Rojolele. Petani Klaten juga lebih untung menanam Srinuk.

Jika panen Srinuk, petani seperti dirinya bisa meraup pendapatan Rp6 juta per hektare. Sedangkan varietas lain, pendapatanya sekitar Rp5 juta per hektare.

Penjual bibit padi Srinuk, Sumiyem, mengakui jika bibit Srinuk memang memiliki kualitas bagus. Bibitnya super dan besar.

“Paling besar (bibitnya), paling bagus. Bibit Srinuk sae (bagus), nasinya enak, berasnya paling bagus. Petani semua suka,” jelas Sumiyem.

Pemerintah Kabupaten Klaten melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kabupaten Klaten selaku pihak yang ikut meneliti beras Srinuk, intens berusaha agar beras ini menjadi lebih baik.

Kabid Litbang Bappedalitbang Kabupaten Klaten Muhammad Umar Said mengatakan, penelitian Srinuk ini dibantu Batan, berawal dari keprihatinan beras asal Klaten, Rojolele, yang tidak banyak ditanam petani.

Sebab, masa tanamnya yang panjang yaitu hampir enam bulan. Padahal, padi jenis lain 3-4 bulan saja, dan batang padi Rojolele yang terlalu panjang karena terancam kena makan burung.

Disampaikan, Bappedalitbang bekerja sama dengan Batan mencari solusi merekayasa jenis padi, biar lebih pendek umurnya sehingga cepat panen, dan pendek batangnya. Dengan begitu, lebih diminati petani dan beras Klaten bisa bersaing lagi.

Umar mengungkapkan, proses penelitian dimulai dari 2013 di kantor Batan, Jakarta. Dimulai uji laboratorium, sampai 2016 riset skala laboratorium selesai.

Dilanjutkan dengan uji tanam di Desa Gempol Karanganom Klaten. Baru 2019, akhirnya pemkab yakin ada tiga varietas yang layak diusulkan ke Kementerian Pertanian.

Umurnya pendek sekitar 110 sampai 115 hari, batang lebih pendek, namun rasa, pulen, wangi, dan lebih tahan hama daripada Rojolele lama.

Dinamai Rojolele Srinuk, Rojolele Srinar, dan Rojolele Sriten. Srinar itu dari kata ‘Dewi Sri Dewi Padi dan ‘Nar’ itu bersinar.

Srinuk itu Dewi Sri Dewi Padi dengan ‘nuk’ itu enak banget atau inuk. Inuk sendiri inovasi nuklir Klaten, Sriten itu Dewi Sri Klaten. Tapi waktu sidang pelepasan di Kementerian Pertanian itu, Sriten dan Srinuk kecenderungannya agak mirip.

Jadi yang diloloskan harus salah satu. Yang diloloskan itu bukan jelek kualitasnya dan identik dengan Srinuk,” ujarnya. Info/red

10 / 100