7 February 2025

PUSTAKALEWI NEWS

Progresif dalam Pemikiran, Pluralis dalam Pemberitaan

FKM Unair Gelar Workshop “Penggunaan Pajak Rokok & DBHCHT untuk Penguatan Penerapan Kawasan Tanpa Rokok”


56
/ 100


IMG20240124132453 copy 1000x750

Surabaya – Tim Research Group Tobacco Control (RGTC) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga Surabaya (Unair) menyelenggarakan workshop selama 2 hari yakni, 24-25 Januari 2024, di Hotel Swiss Belinn Manyar, Surabaya.

Workshop dengan tema “Penggunaan Pajak Rokok dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk Penguatan Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR)”.

Menghadirkan berbagai narasumber terkait dalam Pajak Daerah dan Implementasi KTR di Indonesia.

Kegiatan ini dihadiri perwakilan dari Bappeda, Dinas Kesehatan, dan 16 Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

Prof. Dr. Santi Martini, dr., M.Kes. Ketua RGTC FKM UNAIR menjelaskan bahwa penggunaan DBHCHT dan pajak rokok dapat menjadi peluang untuk peningkatan optimalisasi jangkauan KTR di Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

“Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah Indonesia mengenai peningkatan tarif cukai rokok dengan kenaikan rata- rata sekitar 12% pada tahun 2021,” jelasnya.

Tujuan dari kebijakan ini tidak hanya untuk mengendalikan konsumsi rokok, tetapi juga mempertimbangkan dampak kesehatan yang akan ditimbulkan.

Penggunaan DBHCHT di beberapa daerah digunakan untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan Universal Health Coverage, Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan non kesehatan seperti peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan pemberantasan barang kena cukai ilegal (Ahsan, 2022).

“Namun belum banyak daerah yang memanfaatkan DBHCHT dan pajak rokok untuk optimalisasi pelaksanaan KTR. Di mana KTR saat ini menjadi salah satu upaya untuk mengendalikan asap rokok khususnya pada perokok pasif. Sekaligus mendukung gaya hidup yang lebih sehat di tengah masyarakat khususnya perokok untuk menahan diri agar tidak merokok di sembarang tempat,” pungkasnya.

Sementara itu, dr. Benget Saragih, M.Epid Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Kementerian Kesehatan RI, juga menyampaikan World Health Organization melaporkan bahwa epidemi merokok telah menyebabkan lebih dari lima juta orang meninggal sebagai perokok aktif.

Sekitar 600.000 orang meninggal akibat terpapar asap rokok orang lain (perokok pasif) setiap tahun.

“Saat ini, lebih dari 60 juta penduduk Indonesia merupakan perokok aktif. Jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun dan menempatkan Indonesia di peringkat ketiga di dunia setelah China dan India (IAKMI, 2020),” terangnya. Angka perokok remaja juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Riskesdas dari 2007 sampai 2018 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan perokok di kalangan remaja, terutama perokok wanita.

Rokok merupakan bahaya yang mengancam anak, remaja dan wanita Indonesia.

Konsumsi rokok merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner, stroke, kanker, penyakit paru kronik dan diabetes melitus yang merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk Indonesia.

Jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun dan meskipun bahaya dari merokok sudah sangat jelas, namun prevalensi perokok di Indonesia terus meningkat.

Terdapat surat tentang Pengunaan DBH CHT Revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2021 dengan beberapa usulan kegiatan yang salah satunya adalah komitmen untuk menerapkan KTR secara maksimal dan menyeluruh.

Indonesia Peringkat 3 terbesar konsumsi Rokok dibawah cina dan India. Prevalensi perokok anak terus meningkat disebabkan karena salah satunya anak meniru orang tua/keluarga yang merokok.

Faktanya rokok menempati peringkat kedua pengeluaran terbesar masyarakat, dibandingkan makanan bergizi seperti telur atau kebutuhan pokok lainnya seperti bensin dan Listrik

Pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok memiliki beberapa Upaya diantaranya yaitu: Peningkatan Harga melalui Cukai dan Pajak Rokok

Peringatan Kesehatan Bergambar: setiap bungkus rokok memiliki Peringatan Kesehatan Bergambar. Uu no 17 tahun 2023 tentang kesehatan mewajibkan PKB tersebut.

Pengendalian Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok: tidak boleh ada iklan rokok di jalan

Penerapan KTR: Tidak hanya mengeluarkan perda, akan tetapi juga mengimplementasikan secara menyeluruh.

Pengadaan layanan Upaya berhenti merokok: 40% Puskesmas di Kab/Kota ada layanan Upaya berhenti merokok.

48% orang dewasa bersedia untuk berhenti merokok, sedangkan anak-anak 88% bersedia untuk berhenti merokok.

Pelarangan Penjualan Rokok pada Anak dan Penjualan penjualan eceran per batang

dr. Benget juga menyampaikan bahwa upaya kemenkes RI yang dapat dilakukan saat ini adalah Penerapan KTR di 7 tatanan.

Minimal menerapkan 3 tatanan hingga 100% menerapkan KTR di tahun 2024: sekolah, tempat bermain anak, dan fasyankes dimana salah satu indikatornya tidak ada punting rokok di tempat-tempat tersebut.

Upaya berhenti merokok: layanan konseling UBM dan skrining perilaku merokok pada anak sekolah.

Edukasi dan kampanye bahaya merokok: dimasukkan dalam kurikulum merdeka, kampanye merokok (sekolah dan pesantren), media sosial, melibatkan masyarakat dan remaja

Pengendalian IPS: PP Kesehatan omnibuslaw diatur rokok elektronik (perda harus mengakomodir tentang rokok), mengadakan pengawsan dan satgas penerapan KTR, serta pemberian sanksi atas pelanggaran.

Pemda harus sosialisasikan agar Masyarakat mengetahui tentang sanksi dan pelanggaran tersebut.

Pajak rokok terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan no 53 tahun 2017 dan Amanat Konstitusi Pengendalian Konsumsi Rokok 10 UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai Pasal 2 Ayat 1. Masyarakat harus dilindungi dari asap rokok, semua lapisan Masyarakat harus berkomitmen untuk mengendalikan rokok.

Regulasi pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik: masih ada banyak sekolah yang belum negetahui tentang regulasi untuk menerapkan KTR di sekolah.

Kedepannya, pajak cukai akan dibuat untuk sosialisasi pengendalian rokok dan tembakau di Masyarakat.

Kebijakan Penggunaan DBHCHT dalam PMK 215/0.7/2021 diantanya yaitu 40% untuk kesehatan.

Perpres Industri Hasil Tembakau di tahun lalu pernah dibahas dimana kampanye harus digalakkan namun pada tahun tersebut pendanaannya belum mencukupi.

Kemenkes telah Menyusun juknis pemanfaatan DBHCHT yaitu penurunan prevalensi stunting, penurunan prevalensi rokok, dan penanganan penyakit kronis, jadi “Tidak ada lagi alasan tidak ada dana sebab di bidang kesehatan ada dana yang besar untuk kesehatan”.info/red


56
/ 100