11 December 2024

PUSTAKALEWI NEWS

Progresif dalam Pemikiran, Pluralis dalam Pemberitaan

Wujudkan Menjadi Kampus Katolik Inklusif, UKWMS Resmikan Unit Layanan Disabilitas

ukwms resmikan layanan bagi disabilitas

Surabaya – Unit Layanan Disabilitas (ULD) Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), diresmikan pada Senin (22/07/24).

Hal ini menunjukkan keterlibatan aktif UKWMS dalam membangun kampus inklusif bagi seluruh civitas akademika dan masyarakat.

UKWMS sebagai kampus Katolik mengemban peran penting untuk menggerakkan kesetaraan sebagai seorang manusia, berdasarkan nilai-nilai Katolik di dalam lingkup pendidikan.

Drs. Kuncoro Foe, G.Dip.Sc., Ph.D., Apt. selaku Rektor UKWMS menyampaikan, UKWMS sebagai karya Gereja Keuskupan Surabaya telah menerima hibah dari pemerintah Republik Indonesia, sebagai wujud fasilitas serta bantuan untuk pendirian Unit Layanan Disabilitas.

Unit Layanan ini menjadi penting menjalankan inklusivitas pendidikan. Manusia sebagai ciptaan tertinggi Allah diberi amanat untuk memelihara bumi dan memperhatikan seluruh ciptaan Allah yang lain.

“Khususnya, para generasi muda yang akan mengenyam dunia pendidikan di universitas ini, tetapi mengalami kendala kesempurnaan anggota tubuh. Oleh sebab itu, melalui Unit Layanan ini menunjukkan dukungan luar biasa untuk pembelajaran bagi setiap manusia,” ujarnya.

ULD yang mewakili civitas akademika UKWMS Kampus Surabaya dan Madiun diperkenalkan kepada publik, terdiri dari 19 relawan kampus inklusi yakni 15 mahasiswa, dua tenaga kependidikan, dan dua dosen.

Peresmian simbolik ULD melalui tombol virtual diwakili oleh Dr. F.V. Lanny Hartanti, S.Si., M.Si. selaku Wakil Rektor III, Dr. V. Luluk Prijambodo, M.Pd. selaku Dekan FKIP UKWMS, Kristiana Pudji Astuti selaku Kepala BAAK UKWMS, dan Jovian Putra Santoso selaku mahasiswa Prodi Psikologi UKWMS.

Dalam acara tersebut juga digelar talkshow mengusung tema Bergerak Serentak Menuju Kampus Inklusi.

Hadir sebagai narasumber yakni, mahasiswa penyandang disabilitas Valerie Rizkia Fabrian dari Fakultas Bisnis, Josephine Kintan alumnus dari Fakultas Teknologi Pertanian, Andi Rachmadi dari Komunitas Kedaibilitas. Serta RD. Tri Budi Agustinus Utomo dari Keuskupan Surabaya.

Sesi tanya jawab dimoderatori oleh Eli Prasetyo, M.Si selaku dosen dari Prodi Psikologi UKWMS.

Pada sesi tanya jawab, Valerie dan Kintan menyampaikan aspirasi mengenai kesan pesan selama beraktivitas di perkuliahan.

Valerie menuturkan bahwa kampus UKWMS sudah cukup inklusif bagi mahasiswanya.

Valerie tidak mengalami perundungan atau dikecualikan dalam komunitas mahasiswa. Hal ini terbukti dengan pencapaiannya yang aktif di dalam organisasi mahasiswa, BEM Fakultas Bisnis.

Kintan sebagai penyandang tunarungu memiliki kisah berbeda selama perkuliahan.

Dengan keterbatasannya, Kintan perlu mengoptimalkan media belajar melalui visual, meminjam catatan teman, dan mempelajarinya kembali setelah perkuliahan.

“Saya membutuhkan usaha yang lebih keras dibandingkan teman-teman lainnya karena ketimpangan akses selama perkuliahan,” ujarnya.

Persepsi tiap dosen dan teman-teman yang bervariasi terhadap disabilitas, hingga stigma negatif sebetulnya berasal dari ketidaktahuan untuk bersikap serta mengenal dan memahami mahasiswa disabilitas.

“Oleh sebab itu, pembagian informasi akan disabilitas perlu terdapat di universitas. Di lain sisi saya bersyukur karena tetap memperoleh dukungan dari orang tua, sahabat, dan dosen di perkuliahan,” ujar Kintan.

Ketidaktahuan masyarakat dalam menghadapi rekan disabilitas juga disampaikan oleh Andi Rachmadi dari komunitas Kedaibilitas.

Menurut Andi, banyak perundungan yang tidak terekspos diterima oleh rekan disabilitas. Hal ini disebabkan minimnya pemahaman dan edukasi masyarakat mengenai disabilitas, jenis disabilitas, dan bentuk respons yang ditunjukkan kepada rekan disabilitas.

Karena hal tersebut perlu untuk melatih rekan-rekan disabilitas agar dapat menunjukkan kemampuan dan kelebihan mereka sehingga dapat diterima oleh masyarakat.

“Melalui Kedaibilitas kami melatih teman-teman disabilitas untuk mandiri secara emosi, fisik, fungsi tubuh, sosial, dan ekonomi sehingga mereka siap untuk terjun di masyarakat. Jika diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuan teman-teman disabilitas dapat diterima dengan baik di masyarakat,” jelas Andi.

Kepedulian untuk menggalakkan inklusivitas serta memberi ruang yang setara bagi rekan-rekan disabilitas, tak hanya berasal dari komunitas disabilitas di lingkup awam.

Gereja Katolik juga mengambil peran untuk melindungi dan memberi ruang hak-hak anak dan orang dewasa disabilitas.

Keuskupan Surabaya memiliki Komunitas Petrus Surabaya sebagai paguyuban ekaristi anak-anak tuli Katolik.

Inisiasi terbentuknya komunitas tersebut berawal dari kerinduan rekan-rekan disabilitas untuk bisa beribadah.

Tetapi kala itu, belum ada layanan khusus ibadah bagi mereka. Sehingga Gereja perlu melakukan pendataan umat Katolik difabel, agar memiliki ruang yang ramah bagi mereka, sama seperti umat lainnya.

Berdasarkan Musyawarah Pastoral Difabel Keuskupan Surabaya di tahun 2019, telah terbentuk Katekis Pastoral Difabel.

Gereja selalu berupaya untuk menyediakan ruang aman dan ramah bagi umat Katolik difabel, sebagai tanggung jawab aktif membela dan memajukan hak penyandang disabilitas.

Membentuk inklusi dan integritas bagi masyarakat serta kehidupan menggereja, sehingga dapat menghilangkan stigma disabilitas di masyarakat.

Gereja dipanggil untuk mengubah apatisme, ketidakpedulian, ketidaktahuan menjadi kedekatan yang sungguh mengerti (empati).

“UKWMS sebagai kampus Katolik perlu melihat dan memahami bahwa semua mahasiswa memiliki martabat yang sama,” pungkas RD. Tri Budi Agustinus Utomo. info/red