11 October 2025

PUSTAKALEWI NEWS

Progresif dalam Pemikiran, Pluralis dalam Pemberitaan

Sumber Kebahagiaan

15 / 100 SEO Score

20250207 Mas Ali Kopi
Mas Ali dari Kelompok Tani Republik Tani Mandiri berinteraksi dengan mahasiswa dari Universitas Ma Chung Malang

Bagi para orangtua, kehadiran seorang anak tentu adalah sumber kebahagiaan. Mendengar tangisan pertama, di hari kelahirannya, hanya tetesan air mata sukacita seraya hati melonjak penuh syukur.

Demikianlah hari demi hari berjalan, bertabur kebahagiaan. Saat melihat sang anak sudah bisa tengkurap, mengkurep, tentulah merasa senang dan berbahagia.

Pada saat melihat dia bersuara mencoba mengucapkan kata kata, tentulah senang sekali, seraya terus dengan tekun sabar mengajarinya mengucapkan kata dengan benar. Hal yang sama juga terjadi, saat dia mengenali orangtua dan orang di sekitarnya, serta menyebut nama nama benda di sekitar.

Kebahagiaan itu juga semakin bertambah, saat dia sudah bisa mbrangkang, lalu berdiri pada kedua kakinya meski saat melangkah, dia kelihatan terseok dan jatuh.

Kebahagiaan juga hadir, tatkala dia sudah mulai melangkahkan kaki tanpa jatuh, berlari kecil dan mengucap kata demi kata menjadi kalimat. Lalu berbicara runtut.

Semalam (05 Februari 2025), mas Ali menerima dosen dan mahasiswa dari Universitas Ma Chung Malang. Mas Ali, lengkapnya, Nur Ali Romadhon, memang kelihatan lelah. Siang habis nebang pohon, lalu diajak ambil pohon ke Lawang. Para tamunya itu sudah hadir, sebelum dia sampai di rumah.

“Tak mandi dulu?”
“Nanti kalau mandi, malah kemalaman teman-teman..”

Wajahnya nampak lusuh. Satu demi satu pertanyaan mahasiswa, dijawabnya dengan tenang. Tidak sekali dua kali, dia mengalami hal seperti ini. Para mahasiswa dan dosen yang datang, demi menggali informasi untuk menyusun usulan yang akan diajukan sebagai program pengabdian masyarakat.

Dia mengisahkan sejarah mula terbentuknya kelompok tani kopi RTM (Republik Tani Mandiri), produk perdana, kesulitan yang dihadapi terutama dalam pencatatan keuangan.

“Produk perdana kami, dilaunching pada 10 November 2019. Awalnya, ya kami sendiri tidak yakin. Harga kopi 1 bungkus 250 gram, dijual dengan harga Rp 20.000. Jauh lebih mahal dari harga kopi yang ada di kios atau toko di desa Kucur ini. Eh, ternyata, lha kok ada yang laku juga.”

“Dulu itu, saya kalau kopi itu, tahunya ya minuman yang warnanya hitam. Pahit. Sambil jalan kita belajar pelan-pelan. Lalu bisa membedakan jenis kopi arabika, robusta, liberika.”

Kalimatnya mengalir begitu saja. Satu demi satu pertanyaan, diladeni. Informasi mengenai jenis metode pengolahan pascapanen, tahapan mengolah biji kopi dari cherry menjadi greenbean, diroasting dan menjadi bubuk kemasan, dia paparkan seraya diselingi guyunan.

“Dari biji cherry yang dipetik petani, kemudian kita olah menjadi greenbean. Orang sini menyebutnya berasan atau OC. Hmm, sudah tahu bedanya cherry dengan greenbean?”

Sorot mata para mahasiswa itu nampak menerang. Berbarengan kepala mereka menggeleng.

Mas Ali kemudian beranjak dari tempat duduknya. Berjalan keluar. Tak lama kembali dengan menggenggam dua biji kopi berwarna merah. Dia petik dari pohon yang ditanamnya di halaman rumah.

“Ini cherry, yang ini greenbean dan yang ini roastbean,” ujarnya seraya menunjukkan biji kopi yang masih baru dipetik, biji kopi yang sudah dikeringkan dan biji yang telah diroasting.

Orangtua mas Ali berprofesi sebagai petani penggarap. Dia sendiri bekerja sebagai petugas pemelihara taman di sebuah perumahan.

“Bagaimana dengan pemasaran, dijualnya lewat online atau dijual di toko?”

“Kami menjual produk ya lewat promo di medsos, IG, WA. Selain itu, kami tergabung dengan beberapa kelompok tani kopi, ikut dalam program Patuwen Kopi yang diadakan oleh GKJW. Maka, produk kami jual di bazaar-bazaar di Gereja.”

Kalimatnya meluncur lancar. Sorot matanya nampak berbinar. Kepercayaan diri lulusan setingkat SMP ini terbangun. Sebagian juga hasil tempaan Banser.

Sesekali aku keluar ruangan. Menikmati sebatang demi sebatang rokok. Sudah tak terdengar lagi kalimat, “Aku kudu ngomong apa ngene” kalimat yang terlontar, sesaat setelah diminta menjelaskan profil kelompok tani yang diketuainya.

Iya, malam itu, ada yang berubah.

“Bagus ya. Runut. Bagus cara dia menjelaskan…” bisik mas Sonny Saragih, kebetulan sore itu ikut pertemuan.

Bagi para orangtua, mendapati buah hatinya bertumbuh-kembang, tentulah menghadirkan kebahagiaan. Malam itu, sepertinya saya dapat merasakan kebahagiaan para orangtua itu..

Horeluyaa..

Penulis: Tri Anom Suryandaru

15 / 100 SEO Score